Suaraindo.com – Amerika Serikat bersiap mengumumkan perubahan kebijakan senjata nuklirnya pada Jumat (7/6/2024) waktu setempat, menurut seorang pejabat senior pemerintah yang berbicara dengan kantor berita Semafor. Pejabat tersebut mengungkapkan bahwa AS akan mengadopsi “pendekatan yang lebih kompetitif” sebagai respons terhadap Rusia dan China yang tidak merespons ajakan AS untuk membahas non-proliferasi dan pengendalian senjata.
Pejabat tersebut menyatakan bahwa dengan perubahan kebijakan ini, Washington bermaksud menunjukkan kepada Moskow dan Beijing bahwa mereka akan menghadapi “lingkungan keamanan yang berkurang” jika mereka terus menghindari dialog. Meski detail spesifik dari perubahan ini masih sedikit, diumumkan bahwa pengembangan versi baru bom gravitasi nuklir termasuk dalam rencana strategi AS. Selain itu, AS mengharapkan sekutunya untuk meningkatkan kemampuan serangan jarak jauh dan kemampuan pengawasan.
Pengumuman resmi tentang perubahan ini akan disampaikan oleh Pranay Vaddi dari Dewan Keamanan Nasional. Perencanaan kebijakan ini juga mempertimbangkan kemungkinan Presiden Joe Biden memenangkan masa jabatan kedua, serta penanganan berakhirnya perjanjian New START pada tahun 2026, yang merupakan perjanjian bilateral terakhir yang mengatur pembatasan arsenal nuklir Amerika dan Rusia.
Pada tahun sebelumnya, Rusia telah menangguhkan keterlibatannya dalam New START, menuding kebijakan Amerika yang bermusuhan, namun tetap berjanji akan mematuhi ketentuan utama yang mengatur senjata nuklir dan sistem pengirimannya. Rusia juga menuduh Amerika merusak sistem pengendalian senjata strategis era Soviet, sebuah proses yang dimulai di bawah pemerintahan Presiden George W Bush ketika AS membatalkan larangan pengembangan sistem rudal antibalistik nasional pada tahun 2002.
Di sisi lain, ketegangan meningkat seiring dengan rencana AS untuk mempersenjatai Ukraina dengan jet tempur F-16, yang mampu menyebarkan bom gravitasi nuklir Amerika. Ini telah memicu kekhawatiran di Rusia bahwa jet-jet yang dioperasikan oleh Ukraina dapat dianggap sebagai pembawa senjata nuklir. Washington telah menyimpan sebagian senjata ini di negara-negara NATO non-nuklir, termasuk Belgia, yang telah berjanji untuk menyumbangkan sebagian jet tersebut ke Kyiv.
Sementara itu, di tengah konflik dengan Ukraina, Moskow telah memulai inisiatif serupa dengan mekanisme pembagian nuklir NATO, dengan memindahkan sebagian persenjataan nuklirnya ke Belarus. Baru-baru ini, kedua negara telah mengumumkan latihan militer yang bertujuan untuk mengonfirmasi kemampuan militer masing-masing dalam menyebarkan senjata nuklir non-strategis.