Suaraindo.com – Pemerintah terus mengupayakan penguatan program Food Estate sebagai strategi utama dalam mencapai swasembada pangan dan ketahanan pangan nasional. Dalam upaya ini, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada pendekatan yang lebih holistik dan modern. Menurutnya, salah satu penyebab utama kegagalan proyek Food Estate di masa lalu adalah penerapan sistem pengelolaan yang parsial dan minimnya penggunaan teknologi dalam pengolahan lahan.
Amran mencontohkan beberapa proyek Food Estate sebelumnya, seperti cetak sawah sejuta hektare dan pengembangan lahan pertanian di Merauke, yang mengalami kendala akibat kurangnya pendekatan terpadu. “Kita datang, kemudian ditinggal tanpa teknologi, ya 50 tahun enggak selesai,” ujarnya dalam pertemuan dengan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie, Senin (10/3/2025). Oleh karena itu, ia menekankan perlunya transformasi pertanian dari sistem tradisional ke pertanian modern yang berbasis teknologi.
Sebagai langkah konkret, pemerintah akan mengoptimalkan penggunaan peralatan pertanian canggih untuk meningkatkan produktivitas. Amran mengusulkan alokasi dana sebesar Rp10 triliun untuk menyediakan alat pertanian bagi generasi muda, baik secara gratis maupun dengan skema pembayaran bertahap. “Teknologi masuk, kita ingin sejajar dengan Amerika, China, Jepang,” jelasnya.
Selain itu, proyek Food Estate juga diarahkan untuk tidak hanya membuka lahan baru, tetapi juga mengoptimalkan lahan pertanian yang telah ada. Pengamat ekonomi dan pertanian dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mengungkapkan bahwa banyak lahan Food Estate yang telah dibuka sebelumnya belum dioptimalkan dengan baik. Ia menyoroti pentingnya memastikan bahwa lahan yang sudah dibuka benar-benar digunakan secara produktif sebelum memperluas area baru. “Food Estate bukan hal baru bagi Indonesia, namun tingkat keberhasilannya masih kecil jika tidak dikelola dengan baik,” ujarnya.
Program Food Estate di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan pencetakan sawah seluas satu juta hektare di Merauke sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan nasional. Proyek ini mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Pertanian dan Kadin, untuk memastikan pelaksanaannya lebih terintegrasi dibandingkan proyek sebelumnya. Namun, tantangan dalam pengelolaan lahan dan partisipasi masyarakat lokal tetap menjadi perhatian utama.
Keterlibatan masyarakat dalam program ini menjadi aspek penting yang terus diperhatikan. Salah satu pendekatan yang diupayakan pemerintah adalah memastikan bahwa masyarakat lokal terlibat langsung dalam pengelolaan lahan dan mendapatkan manfaat ekonomi dari proyek ini. Dengan adanya program yang terstruktur dan berbasis teknologi, diharapkan Food Estate dapat benar-benar menjadi solusi bagi ketahanan pangan nasional.
Dengan adanya pendekatan yang lebih sistematis, penggunaan teknologi yang lebih canggih, serta partisipasi aktif dari masyarakat, pemerintah optimistis bahwa proyek Food Estate kali ini akan memberikan hasil yang lebih maksimal dan berkelanjutan. Keberhasilan program ini tidak hanya akan meningkatkan produksi pangan dalam negeri tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan global di masa depan.