Suaraindo.com – Tunjangan Hari Raya (THR) seharusnya dibayarkan paling lambat H-7 sebelum Lebaran sesuai dengan ketentuan pemerintah. Namun, banyak perusahaan diduga melakukan berbagai cara untuk menghindari kewajiban ini, yang pada akhirnya merugikan para pekerja. Presiden Partai Buruh dan KSPI, Said Iqbal, mengungkap bahwa banyak perusahaan menggunakan modus tertentu untuk menghindari pembayaran THR kepada karyawannya.
Said menjelaskan bahwa salah satu modus yang sering terjadi adalah pemecatan pekerja sebelum Hari Raya atau bahkan sebelum bulan Ramadhan tiba. Modus lainnya adalah memutus kontrak pekerja menjelang Hari Raya dan kemudian memperpanjang kembali kontraknya setelah Lebaran. “Modus pertama menghindari bayar THR, yakni dengan memecat karyawan. Kedua, karyawan kontrak dan outsourcing dihabisin kontraknya sebelum Lebaran, nah nanti setelah lebaran dilanjutkan lagi kontraknya,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (13/3/2025).
Selain itu, terdapat modus lain seperti menggugurkan kewajiban pembayaran THR dengan memberikan bantuan dalam bentuk paket sembako, parsel Lebaran, atau bingkisan, bukan dalam bentuk tunjangan sebesar satu bulan gaji. Ada pula perusahaan yang mengakali pekerjanya dengan meminta mereka bekerja hingga mendekati cuti bersama Hari Raya, namun tetap tidak membayarkan THR hingga menjelang cuti bersama. “Modus ketiga, untuk menggugurkan kewajiban pengusaha biasanya hanya memberi THR sekadarnya. Contoh, memberi paket sembako seharga Rp100.000, memberikan biskuit kaleng, parsel, bingkisan, atau bantuan sosial lah. Dan modus keempat adalah mengakali karyawan sebelum Lebaran, disuruh kerja sampai H-3 atau H-2, tapi THR tetap tidak dibayar, dijanjikan, diiming-imingi akan dibayarkan, tapi pas mau Lebaran tak kunjung dibayar THR-nya. Begitu H-2 perusahaan libur, sudah tidak sempat ngadu, akhirnya lewat THR-nya,” tegas Said.
Menurut Litbang Partai Buruh dan KSPI, hanya 40% perusahaan yang membayar THR sesuai ketentuan, sementara 60% lainnya tidak melaksanakan kewajiban tersebut. “Dari temuan Litbang Partai Buruh dan KSPI, 60% perusahaan di Indonesia tidak membayar THR. Hanya 40% yang membayar THR. Mirisnya, 40% itu perusahaan asing seperti Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat, kecuali China,” ungkapnya.
Menyikapi tingginya angka pelanggaran, KSPI dan Partai Buruh mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), untuk memperketat pengawasan terhadap pembayaran THR. Mereka menilai bahwa pembentukan tim khusus yang turun langsung ke lapangan lebih efektif dibanding sekadar menyediakan posko pengaduan. “Menaker jangan hanya membuat posko pengaduan, tetapi harus turun langsung ke lapangan untuk memastikan pembayaran THR. Termasuk bagi buruh yang sedang dalam proses PHK, seperti buruh Sritex yang hingga saat ini masih mengalami ketidakpastian terkait hak-haknya,” pungkas Said Iqbal.